Beranda | Artikel
Izin Kedua Orang Tua Untuk Berjihad
Selasa, 14 September 2004

IZIN KEDUA ORANG TUA UNTUK BERJIHAD

Pertanyaan
Saya ingin bertanya masalah jihad di jalan Allah. Saya adalah anak laki-laki tertua. Bapak saya telah wafat, sedangkan ibu masih ada. Saya memiliki isteri dan anak-anak. Saya telah meminta izin ibu untuk berangkat berjihad, namun dia menolaknya, apakah saya masih memiliki kewajiban jihad?

Jawaban
Alhamdulillah.

Jihad merupakan amal yang paling utama, demikian pula halnya berbakti kepada kedua orang tua. Jika seseorang hendak pergi ke medan jihad yang syar’i, hendaknya dia meminta izin kepada kedua orang tua. Jika kedua mengizinkan, maka dia boleh berangkat, tapi jika dia tidak mengizinkan dia tidak boleh berangkat, tapi harus menemani keduanya. Karena menemani keduanya atau salah satunya termasuk salah satu bentuk jihad.

Dalil dalam masalah ini terdapat dalam riwayat Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling Allah cintai?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Kemudian aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua,” Kemudian aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Kemudian beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Rasulullah shallallahu alaihi menyampaikan kepadaku hal itu semua, dan seandainya aku meminta tambah lagi, niscaya dia akan menambahnya untukku.” (Muttafaq alaih, Bukhari, 1/134, Muslim, 1/89-90)

Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, dia berkata, “Seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu dia meminta izin kepadanya untuk berjihad.” Maka beliau bersabda, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Beliau berkata, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Berjihadlah terhadap keduanya.” (HR. Bukhari, 4/18)

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فاستأذنه في الجهاد ، فقال : أحي والداك ، قال : نعم ، قال : ففيهما فجاهد ” ( رواه البخاري 4/18 ) ، وفي رواية : ” أتى رجل فقال : يا رسول الله : إني جئت أريد الجهاد معك ، ولقد أتيت وإن والدي يبكيان ، قال : فارجع إليهما فأضحكهما كما أبكيتهما ” ( رواه أحمد 2/160 وأبو داود 3/38 )

Dalam sebuah riwayat, “Seseorang datang, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya datang ke sini untuk ikut berjihad bersama anda. Saya datang ke sini dalam keadaan kedua orang tua saya menangis.” Maka beliau bersabda, “Kembali lagi temui kedua orang tuamu, buatlah mereka tertawa, sebagaimana engkau membuat mereka menangis.” (HR. Ahmad, 2/160, Abu Daud, 3/38)

Dari Abu Said radhiallahu anhu, dia berkata,

أن رجلا هاجر إلى النبي صلى الله عليه وسلم من اليمن ، فقال : هل لك أحد باليمن ؟ فقال أبواي ، فقال : أذنا لك ؟ قال : لا ، قال : فارجع إليهما ، فاستأذنهما ، فإن أذنا لك فجاهد وإلا فبرهما ( أخرجه أحمد 3/75-76 ، وأبو داود 3/39).

“Seseorang berhijrah menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari Yaman. Maka beliau (Nabi shallallahu alaihi wa sallam) bertanya, ‘Apakah engkau memiliki kerabat di Yaman?” Dia menjawab, ‘Kedua orang tuaku.” Maka beliau berkata, “Apakah keduanya telah mengizinkan kamu?” Beliau berkata, “Tidak.” Maka Nabi shallalllahu alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada keduanya, jika kedunya mengizinkan, maka berjihadlah, jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya.” (HR. Amad, 3/75, 76, Abu Daudi, 3/39)

Dari Muawiyah bin Jahimah As-Salmi, sesungguhnya Jahimah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يا رسول الله أردت الغزو وجئتك أستشيرك ، فقال : هل لك من أم ؟ قال : نعم ، فقال : الزمها ، فإن الجنة عند رجليها . (أخرجه أحمد، 3/429 ، والنسائي، 6/11 ) .

“Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang, saya datang ingin meminta masukan dari anda.” Maka beliau bersabda, “Apakah engkau memiliki ibu?” Dia berkata, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Rawatlah dia, karena sesungguhnya, surga berada pada kedua kakinya.” (HR. Ahmad, 3/429, Nisai, 6/11)

Dalil-dalil ini dan yang memiliki makna sama dengannya berlaku bagi siapa yang tidak memiliki wajib aini (kewajiban individu) dalam jihad. Jika dia telah memiliki kewajiban individu, maka meninggalkannya adalah maksiat dan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Al-Khaliq (sang Pencipta). Di antara bentuk jihad yang sifatnya kewajiban individu adalah apabila seseorang sudah berada di antara dua barisan (barisan kaum muslimin dan barisan musuh) atau pemimpin telah memobilisasi rakyatnya untuk berperang.

Hanya kepada Allah kita memohon taufiq, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta para shahabatnya semua.

Refrensi: (Fatawa Lajna Daimah, 12/18)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1023-izin-kedua-orang-tua-untuk-berjihad.html